Selasa, 12 Juli 2011

MENYIKAPI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS DALAM ALOKASI DANA DESA

Sumber keuangan Desa selama ini berasal dari dalam yang disebut dengan pendapatan Asli Desa (PADes) dan sumber dari pemerintah. PADes secara riiel pada umumnya sangat kecil karena Desa tidak memiliki sumber sumber produksi yang memadai, apalagi semua jenis sumberdaya alam telah dikuasai negara dan pelaku pemilik modal. Orang sering bertanya , kenapa APBDes sebagian besar didanai dengan swadaya masyarakat , sementara APBN dan APBD sama sekali tidak mengandung swadaya masyarakat. Jika Desa mengandalkan swadaya masyarakat , maka pertanyaan berikutnya dimana tanggung jawab negara terhadap Desa ???? Sumber Keuangan dari pemerintah, dahulu bernama bantuan sekarang beranama bagian atau alokasi . Bantuan Desa (Bandes) telah melegenda selama 30  tahun yang bermula dari 100 ribu perdesa pada tahun 1969 dan sebesar 10 juta pada tahun 1999( sumber. Forum Pengembangan Pembaharuan Desa ) . Konsep bantuan itu memperlihatkan bahwa pemrintah baik hati  dan Desa sama sekali tidak memiliki hak atas keuangan negara . Bantuan bersifat stimulan yang akhirnya melakukan eksploitasi terhadap swadaya masyarakat. Jika Swadaya masyarakat lebih besar daripada bantuan, maka hal ini dianggap sebagai bentuk keberhasilan pemerintah dalam menggalang partisipasi masyarakat.

UU No. 32/2004 dan PP No. 72/2005 memperkenalkan Alokasi Dana Desa (ADD) yang prisnip dasarnya Desa mempunyai hak untuk memperoleh alokasi keuangan negara. Kebijakan mengenai alokasi dana desa (ADD) sebenarnya telah diterapkan pada UU no. 22 /1999 khusunya pasal  10 masih bersifat himbauan karena disebutkan sebagai bantuan dari Pemerintah Kabupaten. Pada UU No 32/2004 dan di tindak lanjuti PP no 72 tahun 2005, tekanan pelaksanaan kebijakan mengenai ADD perhatian lebih serius. kata "Bantuan" yang tertulis dalam pasal 107 UU No.22/1999 di hapus . Artinya desa mempunyai sumber pendapatan yang berasal antara lain dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang di terima oleh pemeintah daerah dan bagi hasil pajak dan restribusi daerah. Kebijakan ADD yang tertuang di dalam PP No.72/2005 pada dasarnya mengadopsi  kebijakan Depdagri sebagaiamana tertuang dalam Surat Edaran Mendagri No.140/640/SJ tanggal 22 maret 2005. SE Mendagri ini lahir karena pada beberapa Kabupaten kebijakan ADD telah di terapkan dan mampu memberikan manfaat yang baik bagi perkembangan perekonomian dan pembanguan masyarakat Desa.

Oleh karena itu pada penjelasan Umum atas PP no.72 tahun 2005 tegas dinyatakan bahwa "..... Dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa dan untuk peningkatan pelayanan serta pemberdayaan masyarakat, Desa mempunyai sumber pendapatan yang terdiri atas pendapatan Asli Desa, bagi hasil pajak Daerah dan restribusi daerah Kabupaten/kota, bantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah serta hibah dan sumbangan dari pihak  ketiga. Sumber pendapatan yang berasal dari hasil pajak daerah dan restribusi daerah diberikan kepada Desa paling sedikit 10 % (sepuluh per seratus persen)diluar upah pungut dan bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten /kota diberikan kepada desa 10 % setelah di kurangi belanja pegawai.

Bagimana Alokasi Dana Desa di Kabupaten Padang Lawas yang konon ceritanya mempunyai potensi  pendapatan daerah yang sangat tinggi. Alhamdullilah alokasi dana Desa untuk tahun 2010 kabupaten padang lawas  sebesar Rp.8.500.000 ( Delapan Juta Lima Ratus Ribu Rupiah ).per setiap desa  sungguh fantastis memang Alokasi Dana Desa hanya sekedar  dari pada tidak sama sekali .......... timbul pertanyaan akankah Desa hanya diberikan  dana alokasi dana desa hanya sekedar-sekedar saja dan bukan merujuk pada peraturan yang telah di tetapkan ?  dan bagaimana desa yang mempunyai  t ingkat kepdatan penduduk tinggi serta desa yang masuk dalam kategori Desa tertinggal ? dengan pembagian ADD yang sama merata ?  peraturan hanya sekedar peraturan tidak ada implementasi akuntabilitas birokrasi yang jelas . Secara aturan mengenai Alokasi Dana Desa pasal 68 (1.b) dijelaskan " .... bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota paling sedikit 10% untuk desa dan dari restribusi kabupaten /kota sebagian diperuntukkan bagi desa yang dijelaskan bahwa dari hasil pajak daerah kabupaten kota  sebagaian diperuntukkan bagi desa yang dialokasikan secara proposional. ( By. H Nurul Huda, SP - Kades Ujung Batu II )




APAKAH PERATURAN YANG TELAH DIBUAT UNTUK SELALU DI LANGGAR DAN BUKAN MENJADI SEBUAH PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAH ..........................

DESA HANYA DI DIPANDANG SEBELAH MATA
BAHWA KEBERHASILAN PEMERINTAH DAPAT DILIHAT
APBILA PEMBANGUNAN DI DESA BERJALAN DENGAN PESAT

AKAN TETAPI KETERPURUKAN PEMERINTAH 
DAPAT DILIHAT BAHWA ANGGARAN HANYA UNTUK
DIHABISKAN  UNTUK PENAMBAHAN  PEGAWAI
TANPA MEMPERDULIKAN PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA





Minggu, 10 Juli 2011

Sampai kapankah waktu yang ku tunggu tentang Penyelesaian Permasalahan Pertanahan Di transmigrasi Ujung Batu

Kronologis  Perkembangan transmigrasi Ujung Batu I s/d V Kecamatan Hutaraja Tinggi Kabupaten Padang Lawas. Berkaitam dengan tumpang tindih Pertanahan Warga Transmigrasi.

  1. dasar Pembangunan Trnasmigrasi di Ujung Batu I s/d V - SK Pencadangan Areal Gubernur TK I Sumatera Utara Tanggal 06 September  1980 Nomor 22.782/SEKR dengan luas areal yang di cadangkan 71.000 Ha terletak di Desa Ujung Batu Kecamatan Sosa (dulu) sekarang Kecamatan Hutaraja Tinggi Kabupaten Tapanuli Selatan ( dulu) sekarang kabupaten Padang Lawas di tunjuk sebagai lokasi penyelenggaraaan dan penempatan transmigrasi sekarang Desa Ujung Batu I s/d V
  2. SK Pelepasan kawasan dari Menteri Kehutanan RI Nomor 792/Kpts-II/91 seluas 7.135 Ha
  3. Izin Prinsip pelepasan dari Menteri Kehutanan RI Nomor 887/ Menhut-VII/ 1996 seluas 6.885 Ha.
Calon lokasi  yang dicadangkan  dari gubernur KDH Sumatera Utara dengan luas 71.000 Ha , yang di tindak lanjuti SK Pelepasan Kawasan Hutan  dan Izin Prinsip kehutanan dari Menteri Kehutanan Republik Indonesia. dan telah di terbitkan dalam Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri seluas 15.000 Ha  yang dinamakan Hak Pengelolaan Lahan ( HPL ) dengan perincian sebagai berikut :
  • SK HPL Desa Ujung Batu I Nomor SK.96/HPL/DA/82 tanggal 30 Nopember 1982 dengan luas 3.000 Ha.
  • SK HPL Ujung Batu II dan Ujung Batu III Nomor SK.79/HPL/DA/83 Tanggal 29 November 1983 dengan luas 6.000 ha
  • SK HPL Ujung Batu IV dan Ujung Batu V Nomor SK 15/HPL/DA/86 tanggal 01 Maret 1986 dengan luas 6.000 ha.
Berkenaan dengan dasar pembangunan transmigrasi pada areal tersebut sudah di nyatakan clear and clean. akan tetapi lokasi tersebut saaat ini menjadi bermasalah  dengan di terbitkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 44 /Menhut-II/2005 juncto surat Keputusan Nomor 201 /Menhut-II/2006 terjadi perubahan fungsi kawasan hutan. Keputusan tersebut berakibat kepada :

  • Proses terhambatnya pendaftaran sertifikasi lahan KUD makmur dan KUD Sentosa dalam perubahan Transmigrasi Umum (TU) menjadi transmigrasi pola PIR KKPA- ABA sehingga hak legalitas kepemilikan tanah para warga transmigrasi sejumlah 1500 KK belum dapat di proses walaupun tahapan kadasteral dari Badan Pertanahan nasional Propinsi Sumatera Utara dan pembayaran Bea Perolehan Hak Tanah Bangunan ( BPHTB ) sudah diselesaikan dengan menggunakan biaya dari masyarakat.
  • Persengketaan lahan masyarakat dengan PT Sumatera Riang Lestari yang bergerak di bidang Hutan tanaman Industri dengan diberikannya RKT dari Dinas kehutanan Propinsi Sumatera Utara  yang mengklaim lahan yang telah dilakukan pengelolaan oleh warga diambil alih oleh perusahaan tersebut dan di nyatakan lahan masuk dalam areal hutan produksi terbatas.
Langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh warga  melalui pemerintahan Desa :
  1. meminta kepada Dinas tenaga Kerja dan Transmigrasi  Propinsi Sumatera Utara untuk memperjelas wilayah yang bukan lagi kawasan hutan produksi tetap ( HPT ) akan tetapi merupakan wilayah yang sudah bebas dari kawasan hutan produksi ( clear and clean ). 
  • hal ini di tanggapi oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Sumatera Utara dengan membuat surat kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bahwa inti perihal surat yang di tujukan tentang klarifikasi kembali SK 44 tahun 2005
  • Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi republik Indonesia melanjukan surat tersebut Kepada Menteri Kehutanan Republik Indonesia bahwa lokasi Transmigrasi dinyakan bersih dari kawasan hutan dan di mohon kan kepada Menteri Kehutanan RI agar memngembalikan kembali posisi transmigrasi pada posisi Areal Penggunaan lain ( APL) .
  • Kepala dinas Transmigrasi Propinsi Sumatera Utara memberikan surat Himbauan kepada Pimpinan PT Sumatera Riang Lestari agar menhentikan kegiatan operasional di atas lahan transmigrasi
dari beberapa langkah  yang sudah dilakukan  tidak ada penyelesaian baik tanda tanda untuk proses sertifikat plasma KUD makmur dan KUD Sentosa dan semakin beringasnya PT Sumatera Riang lestari melakukan tindakan tindakan kekerasan terhadp warga transmigrasi yang melakukan pengelolaan diatas lahan HPL dengan cara, pembakaran dan pembunuhan tanaman sawit dengan faktor kesengajaan

.

DIMANA PERLINDUNGAN TERHADAP WONG CILIK......................... WONG CILIK SANGAT BERHARGA DAN MERUPAKAN ASSET PADA SAAT PEMILU DAN PILKADA.......... SETELAH PARA PEJABAT TERBENTUK WONG CILIK HANYA SEBATAS KESET YANG TIDAK  PERNAH ADA PERLINDUNGAN............................................ INNALLOHA MANGASOBIRIN....... WONG CILIK HANYA BISA BERSABAR MENUNGGU KEADILAN. ( By. H Nurul Huda, SP - Kepala Desa Ujung Batu II )


















Sugeng Rawuh

selamat datang di Blog Desa Ujung Batu 2..
Semoga Blog ini bisa bermanfaat bagi semua masyarakat Ujung Batu.